(Sebuah Ide)
Sepi, sepi sekali. Meski ramai tapi rasanya dunia sepi sekali. Suara-suara terlalu berisik sehingga tak bisa di tangkap.
Seorang anak manusia meloncat dari kejenuhannya ngutak-utek gadgetnya kemudian dengan sekuat jiwa raga yang ia punya bangkit berdiri. Berjalan meski sempoyongan. Memasuki lorong-lorong kampus dia melihat para mahasiswa lain seperti gendruwo, kuntilanak, pohon, dll karena kosong, crewet dan suka berkelakar...
Dia berjalan seperti sedang sakaratul maut... juga tidak sedang mabuk. Bingung harus berbuat apa... Lalu salto lah dia mengusir kebingungan...
Pada orang dia terlalu ramah sehingga orang menyebutnya KEPO
Di kelas dia tak bisa menyembunyikan banyak hal yang tak dimengertinya sehingga teman menyebutnya BODO
Di suka aneh2 sendiri sehingga orang mengecapnya GILA!!!
Padahal di dunia ini, tidak ada orang yang aneh, adanya "unik". Jika Kau menyempatkan diri untuk memahami orang lain...
Sepanjang jalan dengan nafasnya yang sengal dia mendesis-desis hingga di alam bawah sadarnya yang gelap ia tetap berpuisi.
Sepi... Sepi sekali... Sepi yang banyak dihindari... Orang-orang lebih sudah dicekoki racun modernisasi...
O dingin... dingin sekali... tangan dingin. Hati dingin. Sikap dingin.
Sakitnya badan, lebih perih sakit hati. Akibat menyakiti hati orang lain. Oh sudah kucacah-cacah jiwaku namun kenapa zarrah-zarrahnya masih begitu keras.
Sahabat... masuklah ke dalam diriku yang hampa. Beri aku sebentuk kehangatan.

Di ujung sudut kampus yang pengap dia melihat seorang yang corong matanya seperti dirinya kemudian didatangilah seperti panggilan perasaan. Berbagi duka tentang dunia modern yang sadis. Tak berujung...
Langit meski cerah tapi nampak hitam baginya...
Dengan sisa sisa tenaga yang terakhir ia sampai di kos nya bagai peristirahatan terakhir. Dia robohkan badannya sendiri ke kasurnya yang berantakan kumal dan dipenuhi kertas kertas berantakan buku yang berceceran...
Dia tidur menggeliat-geliat, mimpi yang menggelisahkan.
Dia melihat dirinya sendiri keluar dari badannya sendiri yang masih terbaring. Dan dia tahu bahwa itu adalah mimpi. Di berjalan di belantara mencari cahaya terus berlari jatuh berguling-guling. Lalu dia mulai berimajinasi tentang perempuan namun tak ada kepuasan. Uang berhamburan. Sepi... Dia menangis dan berteriak dalam mimpinya...
Untuk kesekian kalinya dia terbangun menggeliat dengan pakaian yang sudah bercorat coret tinta dia menulis di antara kesadaan dan ketidaksadarannya. Sketsa yang tak jelas: pikiran, tindakan, list, gerakan, ...
Paginya ia sudah terlihat di sungai sedang olah jiwa. Sebelum subuh naik ke perkampungan. Menyambut pagi buta dengan senyuman.
Di kampus dia berhamburan senyum ke mana-mana pada teman tetap ramah dan baik...
Kini di kelas dia kuat dan cerdas
Pada dosen suka melobi untuk sebuah project
Dia masuk PLD Pusat Layanan Difabel untuk mendaftar jadi relawan. Dia tahu UIN Kampus Inklusi dari Slilit Arena.
Di student center ke basecamp Arena untuk ngasih beberapa puisi...
Dia datang ke UKM Jamaah Cinema Film guna mendaftarkan diri...
Senyumnye ke mana-mana hendak msmbuat dunia tersenyum...