Sander Pierce: Menyampaikan Gagasan itu Gampang!

(Ahmad Pujianto/ 12510079/ FA Ushuludin)

Di pikiran kita, ide-ide kita berterbangan kesana-kemari. Kumpulan ide itu saling berdesak-desakan dan berebut ingin keluar. Sehingga terkadang kita sering bingung mau menyampaikan ide kita. Pikiran kita pusing dalam memilih dan memilah-milah ide mana yang akan kita keluarkan. Apalagi jika kita punya banyak sekali ide. Sebenarnya iu bagus karena bisa menjadi potensi untuk menyelesaikan problematika hidup sehari-hari. Dan ide-ide yang brilian sangat dibutuhkan untuk lahirnya inovasi-inovasi yang mendorong perubahan zaman ke arah yang lebih positif menuju sebuah kemuliaan.
Akan tetapi jika setiap ide kita tidak dikelola dengan baik, bagaimana mungkin ide itu bermanfaat? Yang ada kita jadi bingung, pusing terus-terusan, sres berat, dan bahaya lainnya. Bahkan kita bisa ketakutan yang berlebihan terhadap ide kita sendiri. Kemudian kita justru merasa jauh dengan realitas yang ada. Kita akan nervous, canggung, dan terbata- bata saat akan menyampaikan ide. Lantas, apakah selamanya ide kita berada di alam ide kita?
Tidak! Ide ada untuk diwujudkan, direalisasikan di alam kenyataan. Sehingga ide-ide kita bisa bermanfaat. Karena bisa dimobilisasi untuk sebuah tujuan. Di situlah ide mendapatkan tempatnya. Sehinga ada kesesuaian yang nyata antara pikiran dengan tindakan. Hal ini senada seperti apa yang diungkapkan filsuf Charles Sanders Pierce, seoranug yang msncetuskan paham pragmatisme di Amerika. Nah dalam artikel ini aku akan menguraikan pikiran-pikiran tokoh ini mengenai bagaimana caranya menyampaikan ide secara baik dan benar, efektif dan efisien. Erta dapat diterapkan sebagai sebuah tindakan.


Charles Sanders Peirce (September 10, 1839 – April 19, 1914) adalah seorang filsuf, ahli logika, semiotika, matematika, dan ilmuwan Amerika Serikat, yang lahir di Cambridge, Massachusetts. Peirce dididik sebagai seorang kimiawan dan bekerja sebagai ilmuwan selama 30 tahun. Tapi, sebagian besar sumbangan pemikirannya berada di ranah logika, matematika, filsafat, dan semiotika (atau semiologi) dan penemuannya soal pragmatisme yang dihormati hingga kini. Pada 1934, filsuf Paul Weiss menyebut Peirce sebagai filsuf Amerika paling orisinal dan berwarna dan logikawan terbesar Amerika.
Banyak-banyak Sanders Pierce mengajak kita untuk membedakan antaa pikiran dengan angan-angan. Pikiran yang bersih pasti sesuai dengan realitas. Sehingga bisa diwujudkan di kenyataan dan bisa dilihat bukti kebenarnnya. Yang berlawanan dari realitas itu ssendiri yaitu anan-angan. Angan-angan sangatlah abstrak. Mengawang-ngawang di atas sana, menjadi hantu. Tidak ada faedahnya kita memelihara angan-angan. Ini tidak bisa diharapkan sama sekali untuk sampai npada pencarian kebenaran.
Dalam pikiran kita sendiri terdapat gejala yang tergantung pada pikiran kita sekaligus nyata dalam arti bahwa kita benar-benar memikirkannya. Menurut Pierce, meskipun ini tergantung bagaimana cara kita berpikir, kita juga perlu melihat sifat-sifatnya.
Nah dalam hal ini sifat dari angan-angan sendiri melulu memikirkan suatu hal tanpa melihat realitas yang ada. Angan-angan berusaha lari dan menolak kenyataan karena merasa tidak sesuai yang diharapkannya. Angan-angan hanyalah andai-andai, hanyalah khayalan. Utopis! Tidak memberikan faedah sedikitpun!
Sedangkan ide yang berguna yaitu gagasan. Karena klop dengan realitas aau kenyataan yang berlaku. Gagasan perlu dipertimbangk#n matang-matang, disesuaikan, sehingga nanti benar -benar bisa diterapkan. Fakta-fakta yang berda di luar diri kita, kita tarik dan dimasukkan ke dalam diri guna menjadi kebenaran yang dimiliki.
Kebenaran yang diajukan oleh Sander Pierce adalah kebenaran korespondensi. Yaitu hubungan antara proposisi satu dengan proposisi kebenaran lainnya. Sehingga bisa diperbandingkan dan dipertemukan m enjadi sebuah pernyataan kebenaran baru yang sesuai dengan realitas yang berlaku. Hal ini kelak bisa dilihat dari pengaruh-pengaruhnya yang diperlihatkan oleh setiap tindakan kita.
Pierce juga menyuruh kita untuk lebih berhati-hati dengan gagasan naif. Yaitu manakala gagasan yang kita sampaikan selanjutnya hanya berhenti pada perdebatan-perdebatan yang tak mengarah pada kebenaran itu sendiri. Al hasil cuma buang-buang waktu dan sia-sia saja. Banyak orang jaman sekarang yang memang lebih cenderung pada permainan kata-kata yang banyak, sehingga kata-kata itu justru mengecoh dan menjauhkan dari realitas kenyataan. Tak bisa dibuktikan kebenarannya. Dan tak bisa diterapkan.
Oleh karena itu agar kita tidak tersesat pada angan-angan maupun gagasan yang naif, sehingga penting untuk kita mengetahui cara-cara atau proses dalam menyampaikan setiap gagasan kita. Sehingga gagasan yang dikeluarkan tetap sesuai dengan fakta, efektif, dan bisa diterapkan menjadi tindakan yang bermanfaat utamanya bagi diri kita. Diantaranya kita harus yakin dulu. Kemudian menjelaskannya secara lengkap dan detail serta benar-benar dilaksanakan dalam tindakan kita.
Sanders Pierce memberikan analogi bahwa keyakinan itu bagai alunan musik yang mengalir indah mendampingi dan berada di dekat kita yang menemani setiap lini kehidupan intelektual kita. Keyakinan memiliki tiga sifat. Diantaranya yang pertama, kita menyadarinya. Kedua, keyakinan mengurangi keraguan. Keyakinan ini selanjutnya menjadi kebiasaan untuk bertindak. Yang berguna dalam eksekusi atau pelaksanaan kemauan sebagai hasil akhir. Sehingga sifat yang ketiga, Pierce mengatakan, “keyakinan adalah kebiasaan”. Hal ini bisa menjadi pedoman yang mewmberi nilai-nilai dalam kita berlaku dalam kesehariannya.

Yang perlu diperhatikan selanjutnya yaitu penjelasan kita terhadap gagasan yaitu harus jelas. Dengan berpatokan pada pertanyaan-pertanyaan 5W + 1H; what, where, when, who, why, how. Sehingga kita bisa menarik gagasan sedetail-detailnya. Dari segi gramatika bahasa, Pierce menghimbau agar penyampaian gagasan itu hendaknya tidak meloncat-loncat. Ini penting agar gagasan kita bisa didengarkan oleh orang lain. Logikanya bisa rigid dan diterima secara sistemis dan mudah dipahami oleh orang lain. Jangan sampai ada pernyataan-pernyataan yang sifatnya kontradiktif antara pernyataan satu dengan yang lainnya. Ini termasuk kebenaran korespondensi.
Pierce juga mengetengahkan pada pendekatan fenomenologis yang berpatokan pada penjelasan gejala-gejala yang ada untuk menjelaskan realitas yang dimaksud. Terutama berkaitan dengan pengaruh-pengaruh yang dirasakan. Sebab pengaruh itu memang harus bisa dirasakan agar bisa dipahami. Mustahil gagasan yang bermakna itu tidak memiliki fungsi. Pierce lebih menekankan terutama dalam fungsi praktisnya.
Yang paling menonjol dan terkenal, Sanders Pierce sebagai tokoh pragmatisme yaitu ungkapannya: “pikiran adalah tindakan”. Ini sebuah ungkapan yang tegas di mana gagasan apapun yang tidak bisa dijadikan tindakan bukan termasuk kebenaran. Itu hanya angan-angan, omong kosong, dan tak bernilai apa-apa. Kita harus menepiskan kepalsuan-kepalsuan dan ketabuan dari proposisi/ pernyataan filsafatis dengan membuktikannya bahwa pernyataan tersebut berguna dan bisa diandalkan.
Pierces menambahkan perlunya eksperimentasi lanjutan guna mereduksi pernyataan secara total habis-habisan sehingga kebenaran itu bisa kita dapatkan. Ini penting dilakukan guna memverifikasi teori dengan praktek aktual yang tengah berlangsung. Sehingga gagasan kita tetap eksis dan bisa update untuk digunakan setiap keadaan.
 Akhirnya, semoga kita bisa mendapatkan manfaat lebih dari gagasan kita. [ ]

Posting Komentar

0 Komentar