Gerakan Modern Islam di Indonesia (1900-1942)

Identitas Buku
Judul Buku    : Gerakan  Modern Islam Indonesia
   (1900-1942)
Pengarang    : Delian Noer
Penerbit        : PT Pustaka LP3ES Indonesia
Cetakan        : V
Tahun Terbit : 1990
Tebal Buku   :176 halaman

Membaca ‘Gerakan Modern Islam di Indonesia’ seperti membaca diri yang terus bergejolak dan dilematis karena berbagai pemikiran turut mewarnai setiap perkembangannya. Diri sendiri merupakan bagian dari Islam dan kebangsaan Indonesia sehingga penting dan terkait dalam membacanya. Sebenarnya modern adalah yang sekarang. Waktu yang sedang kita hidupi sekarang ini. Namun,modern dalam pengertian Delian Noer yaitu kurun waktu antara 1900-1942. Meski begitu tidak mengapa, karena apa yang terjadi sekarang ini yaitu melanjutkan sebelumnya. Sehingga tipe-tipe gerakan dan pemikiran pada tahun 1900-1942 pasti masih ada. Sehingga bisa dipakai untuk membaca diskursus kebangsaan yang hangat terjadi hingga sekarang ini.
Sebenarnya buku berjudul ‘Gerakan Modern Islam di Indonesia (1900-1942) diterbitkan dari hasil disertasi Delian Noer untuk program doktor pada Universitas Cornell di Ithaca, New York, Amerika Serikat. Lewat buku ini, penulis mencoba mengangkat kembali pergerakan Islam di Indonesia yang terjadi selama kurun waktu antara tahun 1900-1942. Sehingga, yang hadir kemudian yaitu periodisasi berdasarkan masa-masa penjajahan Belanda di Indonesia, terutama masa pergolakan perjuangan  kemerdekaan Indonesia yang mulai digalakkan lewat diplomasi dan organisasi. Juga sebenarnya masih ada relevansinya dengan pergerakan sebelum tahun 1900.
Delian Noer memetakan persoalan-persoalan yang pergerakan yang terjadi dalam kurun waktu itu, diantaranya persoalan khilafiah, fragmentasi kepartaian, kepemimpinan yang individual, perbedaan dan pertentangan paham, persinggungan dengan pemerintah yang berkuasa yaitu kolonial Belanda. Bisa dikatakan itulah kendala-kendala yang dirasakan para pejuang pada masa itu.
Khilafiah berangkat dari perbedaan persoalan ubudiyah yang sangat kukuh dan benar-benar menggariskan perbedaan antarkelompok. Terutama pertentangan dengan kelompok tradisional yang tidak menerima kalau kebudayaannya dirusuhi. Seperti misalnya takhayul, khurafat, dan lain sebagainya.
Kedua, fragmentasi kepartaian. Pembagi-bagian ini dirasakan sangat menonjol dikarenakan pada masa itu menjamur beragam partai pergerakan baik itu dari kalangan nasionalis maupun islamis. Diantaranya dari kalangan nasionalis seperti PNI, Partindo, Gerindo, PBI, dan lain-lain. Sedangkan di kubu islamis yaitu Serikat Islam, Permi, Perti, Parii, Penyadar, PII, PSII Kertosuwiryo, dan sebagainya.
Sedangkan menyangkut kepemimpinan yang sifatnya masih individual mengandalkan peran tokoh tertentu sedangkan pengikutnya tinggal menurut saja. Bahkan jika pemimpin keluar dari organisasi, mereka pun akan mengikut bersamanya. Kemudian mendirikan partai baru terutama partai politik. Fase ini terutama mewarnai pada masa perjuangan kemerdekaaan.
Keempat, perbedaan dan pertentangan paham. Contohnya seperti yang terlihat pada kecenderungan sikap yang terjadi masa demokrasi terpimpin, terlebih perdebatan di Konstituante. Kalangan Islam menolak keras konsep Soekarno dan hanya sebagian saja yang menerimanya.
Kelima, yaitu persinggungan dengan pemerintah kolonial yang dirasakan berat karena Belanda banyak mengeluarkan pelarangan-pelarangan dan pengawasan yang berlebihan terhadap organisasi yang ada. Selain itu Belanda masih dengan gospel-nya sehingga condong dengan misi kristenisasi. Sehingga golongan Islam menganggap Belanda sebagai musuh nyata yang harus dihancurkan karena menjajah, tak berperi kemanusiaan dan perikeadilan.
Itulah kendala-kendala pergerakan yang dialami pada waktu itu Menurut Delian Noer. Yang memang, kendala itu harus ada atas dasar prosese yang harus dilewati untuk mencapai tujuan yaitu kemerdekaan Indonesia. Kendala pada masa itu dirasakan sulit dan kompleks nnamun para pahlawan dalam sejarahnya sudah melewatinya. Sedangkan untuk hari ini, apakah kita sudah melewati batas kendala-kendala nyang ada? Atau, apakah kita sudah punya kendala? Pertanyaan ini penting bagi kita.
Sedangkan yang nampak dari gerakan Islam di Indonesia pada tahun 1900-1942 yaitu perjuangan itu sendiri. Lebih konkrit lagi yaitui pergerakan. Secara umum gerakan modern pada waktu itu diawali dengan sifat kedaerahan untuk mengobarkan semangat dan cita-cita pembaharuan di daerah tersebut kemudian meluas ke daerah sekitarnya lagi, dan terus seperti itu. Mereka terus mengajak orang lain untuk berpartisipasi sehingga kelak muncul pembicaraan tentang gerakan di kalangan masyarakat Arab untuk mendirikan organisasi. Seperti misalnya Perserikatan Ulama yang berkembang di daerah Majalengka. Organisasi yang berkembang di Minangkabau, dan lain-lain.
Delian Noer membaginya menjadi dua garis besar, yaitu gerakan sosial pendidikan dan satunya lagi yaitu gerakan politik. Adapun jauh sebelum lahirnya SDI (1911) ataupun Muhammadiyah (1912), sudah muncul gerakan pembaharuan di Minangkabau yang bersifat ganda, meski lebih dikenal gerakan politik. Sudah banyak pemimpinnya yang dibuang ke negeri Belanda. Seperti misalnya Haji Rasul yang independen/ tak ikut organisasi manapun namun terkenal frontal dalam pergerakannya.
Kemudian, jika kita membicarakan sejarah gerakan politik Islam maka tidak bisa lepas dari pembicaraan mengenai Serikat Islam yang diawali dari bersatunya bisnismen batik lokal sebagai bentuk protes atas campur tangan dan monopoli pihak Belanda. Adapun fase-fase perkembangan SI diantaranya: menentukan corak dan bentuk partai (1911-1916), periode puncak perkembangan (1916-1921), periode konsolidasi (1921-1927), eksistensi partai pada kancah perpolitikan nasional (1927-1942). Sarekat Islam banyak mendapat pertentangan dari organisasi yang berseberangan seperti golongan Komunis dan dari pemerintah kolonial Belanda juga.
Itu tadi contoh gerakan politik yang terjadi. Edangkan untuk gerakan sosial pendidikan sampai sekarang kita mengenal adanya organisasi Muhammadiyah. Organisasi iniberbasis di Yogyakarta. Berangkat dari keprihatinan Ahmad Dahlan yang berhadapan dengan misi kristenisasi yang tengah berlangsung di daerahnya. Muhammadiyah menanggapinya dengan gerakan-gerakan sosial kemasyarakatan dan gerakan kepanduan seperti Nahdhatul Wathan. Dan juga mencita-citakan berdirinya sebuah universitas Islam yang diakui dan bisa mempercepat transformasi intelektual dan kesqadaran bangsa.
Secara umum pertumbuhan dan perkembangan gerakan Islam di Indonesia dirasakan sulit karena berhadapan dengan pihak-pihak yang berseberangan seperti golongan tradisionalis dan pemerintah kolonial. Golongan tradisionalis bersikukuh untuk mempertahankan kemapanan tradisi yang sudah ada, tak perlu diubah-ubah. Pandangan mereka netral terhadap agama. Dan kemudian pada perkembangannya juga turut mewarnai pergerakan dengan mendirikan organisasi seperti Nahdatul Ulama (1926) dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (1929). Yang karena tuntutan persaingan dengan golongan modern sehingga akhirnya ikut memodernisasikan golongannya dengan cara mendirikan sekolah yang berkurikulum, Madrasah, mengadakan Tabligh, menerbitkan brosur dan majalah.
Dari pihak kolonial, Belanda awalnya berjanji akan netral terhadap persoalan keagamaan. Namun pada prakteknya sangat jauh dari itu. Karena pihak Belanda sendiri terkesan deskriminatif dan lebih condong membela misionaris Kristen. Bahkan mendanai upaya kristenisaasi.
 Sedangkan grakan Islam dihalang-halangi. Seperti dengan menggunakan peraturan tentang pendidikan agama Islam yang dikeluarkan tahun 1905. Lembaga pendidikan harus membuat ijin tertulis yang ditujukan kepada bupati atau pejabat selevel agar diasahkan. Dalam ijin tersebut harus jelas dan rinci terhadap segala sesuatunya; berapa muridnya, apa saja pelajarannya, bagaimana kurikulumnya, dan seterusnya. Kelengkapan administrasi merupakan keharusan. Dengan kata lain, pemerintah Belanda berusaha membatasidengan melakukan standarisasi-standarisasi pendidikan. Alhasil pendidikan yang sederhana, termasuk pesantren-pesantren tidak bisa berkembang.Pemerintah kolonial juga terus mengadakan pengawasan dan diminta memberikan laporan secara periodik.
Yang menggembirakan yaitu lahirnya MIAI (Majelis Islam A’laa Indonesia) sebagai organisasi persatuan. Artinya tokoh pergerakan maupun masyuarakat mulai sadar untuk berubah dan lebih maju lagi agar terbebas dari kesukaran. Dengan cara bersatu. MIAI tidak membatasi pada masalah agama semata, namun bersifat universalistik terkait masalah apa yang dihadapi ummat. Termasuk untuk menggalakkan kemerdekaan Indonesia, membuat parlemen, pernyataan politik. Perluasan pergerakan pun juga di bidang sosial karena golongan modeern dan tradisional sudah mau bersatu untuk bergerak bersama.
Kesimpulan dari pembacaan ini, pergolakan pergerakan Islam di Indonesia, perjuangan kebangsaan tidak mengenal kata akhir, sampai hari ini. Kendala yang ada hanyalah proses yang memang harus dilalui untuk mencapai tujuan nasional. Perbedaan paham dan pendapat merupakan awal untuk kesadaran akan persatuan. Yang benih-benih perjuangan itu akan tetap dan harus tetap eksis sampai detik ini.
Buku ‘Gerakan Modern Islam di Indonesia’ ini belum benar-benar dipahami menyeluruh kalau kita yang hidup sampai hari ini belum juga bergerak. Apapun itu. [ ]

Posting Komentar

0 Komentar