Sahabat aku selalu ingin bicara padamu dengan bahasa yang lirih
agar engkau bisa mendengarnya dengan lebih jernih...

Tulisan yang berjudul 'facebook dan kesadaran manusia' ini merupakan upayaku untuk membuktikan bahwa kesadaran manusia di facebook masih ada dan selalu ada selama aku masih di sini. Karena masih selalu didiskusikan, dipikir, dan ditanya. Lantaran sudah berjubel-jubel orang masuk di situs ini dan seakan mereka tidak pulang kembali. Coba, sampai hari ini, apa yang sudah mereka lakukan di facebook? Orang begitu saja masuk facebook langsung update status ra nggenah, tak ada jluntrungnya, itu-itu saja... Namun tak jua pernah menanyakan, bagaimana sih sebenarnya keberadaan facebook ini? Apa sih pentingnya bagi diri dan bangsa tercinta? apa benar tidak bosan?

Payahnya hidup di negara dunia ke tiga, internet masuk ke Indonesia di saat kedirian bangsa yang masih gaptek. Sehingga pikiran mereka sempit sekali. Tahunya, internet itu hanya sebatas fecebook semata. Begitu mereka online, dengan otomatis di web address, mereka langsung mengetikkan facebook.com, atau bahkan sudah ada di bookmark, atau bahkan sudah ada aplikasi tersendiri. Di fecebook mereka kemudian tinggal menetap dan berhenti. Aku sendiri tak habis pikir kenapa di web address lulu mereka tidak mengetikkan www.apagitu.com, atau apalah...

Biar orang berkata aku gila atas pertanyaan semacam ini. Tapi sekali kali dengarkanlah orang gila berkata. Aku akui kesadaran diri ku masih redup dan sifatnya kadang kadang. Aku yang suka glintingan sendiri, makan bagai hewan, berjalan dengan tatapan kosong, dan terkadang tidak percaya diri. Itulah kegilaan-kesementaraanku, kuakui. Saat aku sakit dan begitu menderita, saat itulah aku membuka fecebook. Di situ kemudian aku merasa sangat bersyukur yang tak hingga karena ternyata ada yang gilanya melebihiku. Gila yang sangat, tak bisa dinalar, sulit dirasakan lagi. Karena orang yang menderita gila di facebook banyak sekali bahkan mayoritas bahkan hampir-hampir semuanya. Oleh karena itu kegilaan itu dipakai secara berjamaah dan kemudian kegilaan itu dianggap sebagai kewarasan. Sehingga kegilaan yang nyata menjadi tak terlihat lagi. Sebagaimana kamu mabuk atau kerasukan maka bagaimana mungkin kamu menyadari kagilaan yang sudah sangat akut itu? Coba lihatlah status mu sendiri atau jika kamu masih kesulitan maka lihatlah status orang lain di dinding beranda, bagaimana mereka? Amati pulang foto-foto narsis, jelas-jelas itu wujud dari sebuah kegilaan yang sudah sangat akut, kemudian didokumentasikan tanpa malu malu. Boleh kita ketawai kegilaan kita masing-masing. Hahaha...

Setelah aku bersyukur atas perlindungan dan karunia Tuhan yang teramat besar ini, kemudian aku begitu sedih karena tiba-tiba suasana kurasakan menjadi begitu sepi. Aku merasa begitu sendiri di muka bumi ini sedangkan yang lain harus kupaksakan menganggapnya sebagai gambar bergerak saja. Sampai gambar itu benar-benar hidup dengan menyadari kehidupannya sendiri sebagai manusia. Jalan pertama tiada lainnya yaitu dengan mengakui kegilaan mu sendiri bahwa kamu sedang gila!

Selain gila akuilah bahwa kita di facebook sangatlah munafik! Kita adalah pembohong pembohong besar yang bersembunyi. Di status fecebook bilang A, namun ketika dikonfirmasi di dunia nyata bilangnya lain lagi. Kalau facebook bebas berkata-kata kotor tapi kalau bertemu langsung tak berani. Atau bahkan di facebook kamu sok alim, penuh kata-kata hebat padahal sebenarnya kamu begitu lemah. Kamu pura-pura romantis padahal watak aslimu begitu kasar! Bilangnya sih "aku ra popo" tapi di dalam hati nggersulo (tak menerima). Apakah namanya kalau bukan munafik? Lantas yang mana yang benar? Dunia nyata dan dunia maya menjadi samar samar bahkan sering terbolak-balikkan. Facebook menjadikan kita berkepribadian ganda atau bahkan tak hingga.

Fecebook sudah memecah belah pribadi kita menyebabkan kita teraleniasi sehingga begitu asing dengan diri kita sendiri. Bahkan payahnya lagi, kehadiran facebook yang konon katanya di home pagenya ' menjadikan Anda terhubung dengan orang-orang terdekat di sekitar Anda', namun pada kenyataannya fecebook justru sangat menjauhkan. Di facebook aku merasa diisolasi dan hanya bisa berkomunikasi dengan segelintir orang saja padahal dulu dulunya di dunia nyata aku punya teman banyak sekali. Sekarang kemanakah mereka semua...? Kamu kemana saja? Tentang kehilanganmu, aku sangat mengutuk fecebook! Bahkan lagi-lagi fecebook membuat kita sering lupa! Tuhan memanggilmu dengan penuh cinta lewat adzan sholat tetapi kamu tak mengindahkan nya. Ketika ada panggilan kerja bakti kamu tak menggubris nya! Seluruh waktu hidupmu menjadi percuma. sampai mati tanpa melakukan suatu hal yan berarti apa.

Jika sahabat masih saja belum mengerti tentang perang ini. Bayangkanlah aku yang sedang melawan zombie-zombie. tolong bayangkan dulu! Setelah itu kukasih tahu bahwa level ngeri zombienya sangat tinggi tidak seperti di film-film. Karena zombie dalam perang nyata ini bisa berpura-pura seperti manusia normal. Meski sebenarnya watak ke-zombie-annya selalu bersembunyi di pikir yang sempit, hati yang gelap. Sehingga inilah yang sangat berbahaya sekali. Zombie zombie itu setiap saat bisa menyerang dan merebut kesadaranku. Sehingga aku bisa menjadi bagian dari mereka. Kini aku takut meski jika hal itu sudah terjadi padaku, kan hilang rasa takutku.

Menjadikanku pernah tak percaya pada apa-siapapun. Dengan hati yang berat aku terpaksa harus meninggalkanmu dulu. Aku tangguhkan dogma-dogma agama, kucurigai doksa-doksa budaya, aku ragukan diriku. Ketika hendak update statuspun aku selalu maju-mundur, apa yang sudah kuposting biasa kuhapus lagi. Aku tak nyaman dengan pertanyaannya, "apa yang Anda pikirkan?" Kita harus mencurigai apa maksud/ kepentingan facebook menanyakan pikiran kita! Jangan-jangan ketika aku lengah, pikiranku sempit, maka dia akan menyerangku! Setiap hari aku dan bangsa kita diawasi oleh ancaman dari luar yang tak kelihatan... Ah aku juga tak lagi percaya pada dai-dai yang berkeliaran di facebook. kata teman mereka sok suci seakan tak pernah dosa saja. Itu tak benar-tapi juga tak salah. Tapi bukan itu masalahku. Lantaran yang murni tak ada lagi di negeri ini. Awalnya mereka dengan kata-kata yang retoris, yang indah-indah, tapi di belakang mereka aku melihat bendera-bendera! Aku mencium beragam kepentingan-kepentingan terselubung! Agama hendak dipecah belah dan disempitkan oleh kepentingan manusia dengan dalih agama. Mereka mengajak dengdengan dalih akherati, padahal masih duniawi. Oh... ke mana lagi harus kucari-ke mana hendak kubawa diri... Tuhan, bercandaMu begitu lucu sekali! Oh...Engkau yang memelihara semua ini...

Lantas... masih relevankah jika aku hendak mengingat-ingat nyeriku tentang kerinduan? Pada sahabat yang sejati. Pada kehidupan yang sederhana namun manusiawi. Bisakah kita kembali seperti dahulu di mana facebook sebagai agen pergerakan? Facebook sebagai media silaturahmi yang hangat. Di mana di situs ini kita saling mengingatkan dan berbicara tentang kemanusiaan. Di mana berlangsung diskusi lintas keilmuan, dari filsafat-agama-sains-seni-bahasa-budaya-dan segala macamnya... sehingga semakin menjadikan kita sadar akan realitas dan menerimanya, membuat kesepakatan untuk perbaikan. Sehingga kelak kitalah yang mengubah dengan tangan kita sendiri?

Kurang lebih begitulah ide yang selalu kucoba pertahankan. Meski kemudian tiba-tiba aku ingat statusku yang kemarin, ' di facebook kita suda banyak bicara tapi sebenarnya masih diam saja'. Diam karena tidak menimbulkan gerak atau perubahan.Begitu juga dengan riwayat tulisanku ini. Itulah kenapa aku mencoba berkata dengan lirih agar engkau mendapati jernih. Meski pada akhirnya tulisan ini mungkin hanya akan menjadi sambil lalu, terlupakan, bahkan tak pernah ada yang membaca nya.

Tak mengapa. biar aku saja yang pada suatu ketika akan kembali berkunjung kesini dan membacanya sebagai penawar dari kegilaanku sendiri. Aku juga berharap kesadaran yang redup ini bisa semakin memancar ke luar lewat gerilyaku ini. Bagai pergerakan bawah tanah yang berjuang lewat lorong-lorong notes/ catatan untuk menghimpun dan menghidupkan pejuang lainnya. Sehingga kesadaran yang redup ini bisa mewujud menjadi 'sadar yang sadar' bukan 'sadar yang gila', coba bedakan dua istilah ini. Dan ingat, perang ini nyata meski tak terlihat!