Keterangkatan hidup

(Tulisan lama)
Jika esok aku sekarat lagi, kuyakin Engkau pasti akan menolongku!
Menyediakan dadaMu yang lebar mendekapku dalam hangatnya pelukan...
Dan setiap kotoran, lupa, dan dosa menjadi sirna tanpa harga...

Engkau yang Maha Penyayang dari yang paling penyayang
Sering kusadari keberadaanMu hanya saat hela nafas yang lega
:.
Hatiku berdesir mendengar bisikan kabar dari tanah, bumi yang menghubungkan. Kejayaan, kejayaan, keruntuhan kemanusiaan, kembali terus menghimpun dan belajar... sepenggal nafasku yang sesak, mencoba tuk menyisakanmu, membayangkan rona wajahmu sahabat, dan bias... semuanya lebur larut silau dan buram sekejap bayang... tak bisa aku mengutarakan rasaku sebab aku sendiri tak memahami betul? Selalu begitu tapi kuharap dengan begini, apa-apa yang tak terutarakan menjadi sampai sudah...
Masa lalu selalu menjadi tempat yang indah untuk dirindukan. Aku hanya bisa merindukan gelak tawa, kekocakan, namun apalah arti keramah tamahan manusia hari ini, sedangkan aku dihinggapi kelupaan dan keruntuhan diri era modern. Di samping arus informasi yang deras masuk memperebutkan kedirianku sampai tak kutemukan siapa yang bermukim dinsitu. Ataukah aku hanya lelaki kesepian? Tidak! Aku punya banyak teman yang menghubungi, tanya kabar, event, bercanda kekinian, gi sibuk apa, dan bertanya tanya maam macam? Oh aku rindu terjun di kancah kemanusiaan menikmatinya, bukan sempit menafsirkan. Dan masih saja ernyata setiap kubangun, lesatan-lesatan kata dan proposisi proposisi menyambutku sebelum aku sadar betul. Kupikir aku hanya gelisah hari ini, oh tidak ternyata di hari besok masih lagi! Yang coba aku telusuri, apakah aku meremehkan setiap keramahan yang datang? Apakah metaindraku mencium dan mencari cari kepentingan dan kesalahan, atau keremehtemehan? Lalu aku kecilkan? Betapa picik sempit dan angkuhnya ego itu!Malam ini aku mendalami setiap sms smsms yang masuk, waktu yang tlah banyak kita habiskan, obrolan yang tlah banyak kita torehkan. Sedalam perasaan apa yang sudah disertakan... Begitu hangat tulus dan murninya dirimu dan betapa rendahnya aku yang tak mengerti, hanya hidup dalam ketaksadaran dan alam pikir yang pengap? namun kuharap ini hanya penglihtnku saja memandang masa lalu yangjauuh dan tlah lewat dan akan kuhapus. Semoga dulu aku juga ramah dan semua berjalan dengan baik-baik saja. Atau normal. Satu hal yang membuatku ketakutan adalah takut pada pikiranku sendiri, kalau toh itu dikeluarkan lalu kiamatlah dunia? Bukankah sejarh kemanusiaan selalu takut dengan pikirannya sendiri yang proresif maju dan futuris? Butuh keyakinan yang kuat dan juga transedensi, manusia yang mmpu melampaui dan mengatasi setiap zamannya. Di sini ada manusia yang kadangkala berberiorientasi pada melihat keburukan, atau pada sisi kebaikan kemanusiaannya. Aduh kelupaan, keruntuhan, dasar! Realitas sllu gonta ganti setiap hari, busur panah waktu, setiap menit detik begitu cepatnya sehingga hukum sebab akibat tak mampu menjawabnya. Namun tahulah aku selalu berusaha mencari jalan pulang untuk kita kembali bersama.
Aku datang dengan membawa kebebasan. Aku pergi dengan membawa kebebasanku yang aku bentuk lagi. Biar terkulai bersama isak tangis berderai-derai... aku datang atas undangan panggilan cinta, aku pergipun karena cinta. Kepedihan hidup nampaknya sudah cukup sehingga tahu tahu aku terangkat diriku dari kehidupan keseharian, untuk melihat dan menyayangi kehidupan orang lain. Semoga saja selalu siap di setiap waktu, karena hikmah tak kutemukan teorinya, tak ada hafalannya. Jauh sekali tapi dekat. Mencari begitu rumit padahal sederhana. Begitu menggebu gebu padahal tak perlu. Makro, makrokosmos, kutarik semuanya dan kugenggam di mikrokosmosku. Hanya saja aku menolak makrifat kalau itu menjadi biangkerok aku tak kritis! Dan dogmatik! Pernah kumemilih jalan asketis sinis skeptis biar aku tanggung duka manusia dalam kesendirianku sekaligus melampau lampaui belenggu struktur yang menjadikan sisi kemanusiaan kita terpasung. Dunia akan sama saja tanpaku. Pernahku merasa salah dilahirkan, pernahku kecewa terhadap zaman ini, sampai hari inipun aku masih menolak hidup! Kalau toh hidup ini hanya gini-gini amat, cuma penuh kepalsuan dan tak ada waktu berkarya. Karena waktu sudah dihisap untuk menuruti struktur struktur hidup yang membelenggu. Oh tak mampu aku mengunduh ilmu pengetahuan kalau berada di zaman yang bising! Antarmanusia tak bisa bicara satu sama lain karena sudah terasing bahkan dari dirinya sendiri...
Dunia, dunia di luarku cruat cruet mendesakku dan merengek rengek minta dituruti. Aku takj
.
.
.
.
.
Kulempar-lemparkan tanganku tuk mengusir-usir
kegelapan yang menghantui. Kubelah-belah pikirku
tuk membikin jalan buat kita lalui

Tiadalah yang lebih aku rindukan selain senyummu. Saat
umat manusia terangkat dari belenggu. Dari berhala-berhala
yang ia ciptakan dan dipujanya sendiri

Rimba, rimba raya. Di dalamnya hewan apa saja. Korbankan
apa saja yang kamu punya. Hela nafas kejumudanmu. Keluarkan senjata
apapun yang kamu punyai. Demi langkah perjuangan ini...

Karena kitalah orang terdepan, yang menguatkan yang lemah.
Di saat politisi tak bisa diharapkan lagi. Pernah kita
sampai di puncak kehidupan, tapi kan hidup harus terus dijalani.
Jika sakit ini abadi, maka perjuangan juga abadi.

Posting Komentar

0 Komentar